-->

DOKTRIN KELIRU AL WALA WAL BARA DAN FAHAM RADIKAL

DOKTRIN KELIRU AL WALA WAL BARA DAN FAHAM RADIKAL


Ahmad Muafiq
Ahmad Muafiq | Doktrin Keliru "Al Wala Wal Bara "Dan Faham Radikal

Detik Info | Dalam kehidupan sehari hari kita sering di hadapkan dengan berbagai macam pandangan Kontradiktif masyarakat.

Seperti hanya berteman, bersaudara, dan bergaul dengan yang seagama saja (wala) dan membenci serta memusuhi orang lain atau kelompok yang beda agama (bara). Padahal, ajaran Islam tidak mengajarkan demikian.


Direktur Yayasan Kolaborasi Jakarta Ahmad Muafiq yang juga Wakil Ketua Tanfidz MWC NU Kebayoran lama  mengungkapkan pandangannya terhadap doktrin "al wala wal bara "yang dianggapnya keliru dan menyebabkan prasangka buruk terhadap umat Islam yang dinilai eksklusif dan enggan membangun hubungan sosial dengan umat agama lainnya.

“Orang Islam itu boleh bergaul dengan siapa pun tanpa memandang SARA kecuali bergaul untuk yang bersifat maksiat, merusak, atau mengganggu ketertiban masyarakat hingga stabilitas negara,” ujar Ahmad Muafiq  keterangannya di Jakarta, seni (26/9). Seperti dilansir media detikinfo.my.id


Dia melanjutkan, dalam pandangan Islam menurutnya ada tiga tuntunan yang harus dipedomani dalam kehidupan sosial dan berbangsa. Pertama, tidak boleh berteman dengan memandang perbedaan suku, ras, dan agama, hal tersebut juga menurutnya termasuk ke dalam syariat dalam bergaul.


“Kedua, bergaul itu tujuannya untuk kemaslahatan umat. Ketiga, harus ada akhlak. Akhlak ini tidak mengenal SARA juga. Berbuat baik tidak hanya kepada orang yang seagama, tapi kepada semua orang,” jelasnya.


Direktur Yayasan Kolaborasi Jakarta yang juga pengurus MWC NU Kebayoran  Lama itu menyinggung terkait doktrin keliru al wala wal bara yang kerap digunakan oleh kelompok radikal untuk menjadi justifikasi melakukan tindakan kekerasan.


Doktrin ini diartikan dengan, umat hanya boleh bergaul dengan internal seagama dan didorong untuk membenci terhadap yang berbeda.


“Saya jelaskan dulu, wala itu artinya kita harus setia, royal, dengan orang-orang seakidah, seagama. Bara artinya berlepas diri, dari orang yang tidak seakidah. Nah permasalahannya, ketika istilah ini digunakan untuk masalah politik atau kenegaraan, di sinilah mulai muncul permasalahan, salah penempatan,” kata Ahmad Muafiq.


Pasalnya, ketika istilah tersebut masuk ke ranah publik bahkan kenegaraan, akan menjadi masalah tersendiri, terlebih yang menjadi dasar konstitusi negara sejatinya adalah konstitusi yang merupakan hasil kesepakatan bersama para pendiri bangsa.


Sehingga, menurut Ahmad Muafiq sangatlah keliru ketika al wala wal bara dicampuradukkan dalam urusan publik, politik, dan kenegaraan.


“Karena dalam sebuah negara keiamanan orang beragam, karena itu tidak bisa dijadikan sebagai dasar, dasar bernegara kita adalah konstitusi, sebagai hasil kesepakatan, kalau dalam agama islam kesepakatan itu sepanjang  tidak bertentangan dengan agama maka wajib dijaga dan ditaati,” ujar Ahmad Muafiq.


Ia menyampaikan bahwa sejatinya konsep al wala wal bara sangat kontradiktif dengan konsep Islam yang rahmatan lil alamin.


“Ini jelas bertentangan, mereka (kelompok radikal) salah menempatkan, yang benar adalah Ketika mereka tidak membawa konsep al wala wal bara ke ranah publik, karena dalam Islam, kalau bergaul dalam ranah publik mengikuti syariah dan akhlak, bukan konsep al wala wal bara,” tuturnya.


Oleh karenanya, perlu ada gerakan gerakan Islam Moderat yang wasathiyah  untuk senantiasia meliterasi dan memberi pencerahan terus-menerus kepada umatnya, agar tidak mudah terjebak pada doktrin konsep al wala wal bara.


“Perlu di luruskan agar masyarakat umum faham bagaimana konsep konsep al wala wal bara yang sesungguhnya. Intinya setiap penyimpangan agama itu pasti membawa masalah. Kita memang harus rajin, karena mereka juga rajin menyebarkan ajaran yang meyimpang,” ungkap Muafiq


Penyimpangan makna dan ajaran yang demikian, menurutnya justru memperburuk citra agama Islam dan membuat tujuan Islam yang rahmatan lil alamin justru sulit terwujud.


“Indikator yang paling mudah untuk menilai sesuatu pemahaman itu menyimpang atau tidak, ya lihat saja tujuan akhirnya, apakah sikapnya akan membawa rahmatan lil alamin atau tidak,” ucap Muafiq.


Sumber : Ahmad Muafiq

LihatTutupKomentar